Manipulasi DNA
Untuk
memanipulasi DNA, diperlukan beberapa perangkat penting meliputi
“gunting” untuk memotong molekul DNA, “lem/perekat” untuk menggabungkan
molekul DNA, dan “gergaji” untuk membelah molekul DNA.
- Pemotongan molekul DNA
Pada
proses pemotongan molekul DNA, “gunting” yang dimaksud bukanlah gunting
yang biasa kita pakai untuk memotong sesuatu, tetapi merupakan suatu
enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu. Enzim ini dikenal
dengan nama enzim restriksi. Setiap enzim restriksi mempunyai tempat
pemotongan yang spesifik pada suatu urutan molekul DNA. Sebagai contoh
adalah enzim EcoRI yang selalu memotong DNA pada posisi G ! AATTC (tanda ! merupakan tempat pemotongan), seperti terlihat pada molekul di bawah ini :
Mekanisme pemotongannya adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Mekanisme pemotongan enzim EcoR1
Hingga
saat ini, sudah ribuan enzim restriksi yang diperoleh dari
mikroorganisme. Beberapa diantaranya yang terkenal dan sering digunakan
adalah enzim EcoRV, HindIII, SacI, TaqI, BamHI, MspI dan lain-lain (tabel 1).
Tabel 1. Macam-macam Enzim Restriksi
- Penggabungan molekul DNA
Proses
penggabungan (ligasi) antara dua molekul DNA menggunakan lem/perekat
berupa enzim, yang dikenal dengan nama enzim ligase. Enzim ini berfungsi
mensintesis pembentukan ikatan fosfodiester yang menghubungkan
nukleotida yang satu dengan nukleotida di sebelahnya. Berikut adalah
contoh penggabungan dua molekul DNA (A dan B) menjadi molekul AB :
Jadi,
fungsi DNA ligase hanya membuat ikatan fosfodiester yang menghubungkan
basa G dan basa C pada urutan DNA bagian atas, dan basa C dengan basa A
pada urutan DNA bagian bawah.
Sejak penemuan E. coli K12 dan Haemophylus influenzae yang mempunya
sifat restriksi endonuklease secara khusus setelah tahun 1970. Pada saat
ini telah banyak dikenal berbagai macam enzim restriksi sebagai salah
satu bahan rekayasa genetika untuk memodifikasi DNA atau gen secara
khusus. Hampir semua teknik manipulasi DNA menggunakan enzim yang telah
dimurnikan. Enzim-enzim ini berperan dalam proses penting di dalam sel,
seperti replikasi dan transkripsi DNA, DNA proofreading terhadap mutasi
DNA, degradasi DNA/RNA asing (dari infeksi virus) serta rekombinasi
antara molekul-molekul DNA yang berbeda.
Enzim-enzim untuk manipulasi ini dapat dikelompokkan menjadi lima golongan besar tergantung pada jenis reaksi yang dikatalis:
1. Nuclease, kelompok enzim ini dapat memotong, memendekkan atau mendegradasi molekul DNA. Enzim kelompok ini mempunyai sifat eksonuklease (menghilangkan nukleotid satu persatu dari ujung bebas molekul DNA); dan endonuklease (memecah ikatan fosfodiester internal pada molekul DNA. Misal: S1-Nuclease, DNaseI. Enzim restriksi).
2. Ligase, menyambung potongan DNA menjadi satu. Hanya satu yaitu DNA ligase.
3. Polymerase, mampu mensintesis untai DNA baru yang komplementer dari cetakan atau template DNA. Misal: Fragmen Klenow, T4-DNA polymerase, dan Reverse transcriptase.
4. Enzim modifikasi, berperan untuk menghilangkan atau mengubah gugus kiwiawi. Misal: Alkali-fosfatase (memotong gugus fosfat pada ujung-5’ molekul DNA); Polinukleoid kinase (menambah gugus fosfat pada ujung-5’ yang bebas); dan Deoxinukleotidil transferase terminal (menambah satu atau lebih deoxinukleotid pada ujung-3’ molekul DNA.
5. Topoisomerase, membuat atau mengubah DNA-supercoiled yang tertutup secara kovalen



Gambar8. Modifikasi yang terjadi di dalam sel bila terjadi kelainan urutan
basa nukleotida akibat mutagen
Enzim-enzim untuk manipulasi ini dapat dikelompokkan menjadi lima golongan besar tergantung pada jenis reaksi yang dikatalis:
1. Nuclease, kelompok enzim ini dapat memotong, memendekkan atau mendegradasi molekul DNA. Enzim kelompok ini mempunyai sifat eksonuklease (menghilangkan nukleotid satu persatu dari ujung bebas molekul DNA); dan endonuklease (memecah ikatan fosfodiester internal pada molekul DNA. Misal: S1-Nuclease, DNaseI. Enzim restriksi).
2. Ligase, menyambung potongan DNA menjadi satu. Hanya satu yaitu DNA ligase.
3. Polymerase, mampu mensintesis untai DNA baru yang komplementer dari cetakan atau template DNA. Misal: Fragmen Klenow, T4-DNA polymerase, dan Reverse transcriptase.
4. Enzim modifikasi, berperan untuk menghilangkan atau mengubah gugus kiwiawi. Misal: Alkali-fosfatase (memotong gugus fosfat pada ujung-5’ molekul DNA); Polinukleoid kinase (menambah gugus fosfat pada ujung-5’ yang bebas); dan Deoxinukleotidil transferase terminal (menambah satu atau lebih deoxinukleotid pada ujung-3’ molekul DNA.
5. Topoisomerase, membuat atau mengubah DNA-supercoiled yang tertutup secara kovalen



Gambar8. Modifikasi yang terjadi di dalam sel bila terjadi kelainan urutan
basa nukleotida akibat mutagen
- Restriksi Endonuklease
Kloning gena didasarkan atas peran enzim-enzim modifikasi tersebut,
dalam memotong vector, DNA target, memasukkan DNA target, maupun
menggandakannya. Salah satu ensim restriksi endonuklease yang berperan
penting dalam kloning gena adalah RE tipe II (RE). Ciri utama RE ini
adalah tiap enzim mengenal urutan spesifik pada molekul DNA yang akan
dipotong. ER tertentu akan memotong pada urutan pengenal tidak memotong
daerah urutan lainnya.
Beberapa enzim mengenali urutan heksanukleotid –BamHI yaitu GGATCC-, tetranukleotida –AluI yaitu AGTC-, atau pentanukleotida dengan basa pengenalan umum –misal HinfI yaitu GANTC-. Hasil pemotong enzim RE ini dapat menghasilkan ujung tumpul (blund end) mapun ujung lengket (sticky-end). Hal ini yang perlu diketahui, bahwa aktivitas enzim akan maksimum pada komposisi bufer yang spesifik, terkadang bagi enzim yang aktivitasnya rendah bisa dimaksimalkan dengan menambah BSA sebagai aktivator. Tetapi untuk RE yang mepunyai aktivitas tinggi sepeti EcoRI, penambahan BSA akan menurunkan aktivitas enzim ini secara tajam.
Tabel 1. Urutan pengenalan untuk beberapa enzim restriksi endonuklease
Enzim Organisme Urutan Pengenal Ujung Potongan
EcoRI Escherichia coli RY13 GAATTC sticky-end
HindIII Haemophylus influenzae Rd AAGCTT sticky-end
HinfI Haemophylus influenzae Rf GANTC sticky-end
HaeIII Haemophilus aegyptius GGCC blund end
AluI Arthrobacter luteus AGCT blund end
SmaI Serratia marcescens CCCGGG blund end
XbaI Xanthomonas badrii TCTAGA sticky-end
Beberapa enzim mengenali urutan heksanukleotid –BamHI yaitu GGATCC-, tetranukleotida –AluI yaitu AGTC-, atau pentanukleotida dengan basa pengenalan umum –misal HinfI yaitu GANTC-. Hasil pemotong enzim RE ini dapat menghasilkan ujung tumpul (blund end) mapun ujung lengket (sticky-end). Hal ini yang perlu diketahui, bahwa aktivitas enzim akan maksimum pada komposisi bufer yang spesifik, terkadang bagi enzim yang aktivitasnya rendah bisa dimaksimalkan dengan menambah BSA sebagai aktivator. Tetapi untuk RE yang mepunyai aktivitas tinggi sepeti EcoRI, penambahan BSA akan menurunkan aktivitas enzim ini secara tajam.
Tabel 1. Urutan pengenalan untuk beberapa enzim restriksi endonuklease
Enzim Organisme Urutan Pengenal Ujung Potongan
EcoRI Escherichia coli RY13 GAATTC sticky-end
HindIII Haemophylus influenzae Rd AAGCTT sticky-end
HinfI Haemophylus influenzae Rf GANTC sticky-end
HaeIII Haemophilus aegyptius GGCC blund end
AluI Arthrobacter luteus AGCT blund end
SmaI Serratia marcescens CCCGGG blund end
XbaI Xanthomonas badrii TCTAGA sticky-end
- RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)
- Pendahuluan
Analisis
Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu
teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada
tingkat sekuen DNA. Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya
kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang dihasilkan setelah
dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari
individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisma
mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan
fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen
ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi
dan visualisasi. Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi
diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan
evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan
genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar,
mengkonstruksi perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
- Isolasi DNA
- Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
- Transfer DNA dengan Southern blotting
- Hibridisasi DNA
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
- Isolasi DNA
- Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
- Transfer DNA dengan Southern blotting
- Hibridisasi DNA
Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain. Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak. Untuk membantu terjadinya lisis biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan proses lisis.
Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi. Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP.
Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau isopropanol. Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
- DNA patah-patah selama proses isolasi
- DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
- Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
- Metabolit sekunder ikut terisolasi
Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi)
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong DNA sehingga dihasilkan fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan Southern blotting.
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain. Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak. Untuk membantu terjadinya lisis biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan proses lisis.
Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi. Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP.
Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau isopropanol. Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
- DNA patah-patah selama proses isolasi
- DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
- Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
- Metabolit sekunder ikut terisolasi
Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi)
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong DNA sehingga dihasilkan fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan Southern blotting.
Transfer DNA
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.

Gambar 9. Proses capillary transfer DNA dari gel agarose ke membrane.
4.5 Hibridisasi dan Visualisasi
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.

Gambar 10. Prosedur DNA hybridisasi dari membran hasil transfer dan
diekspose dengan x-ray film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari genom maupun cDNA, yang merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan. Vektor tersebut dapat ditransfer pada bakteri sehingga DNA yang dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan dilabeli menggunakan metode standar seperti radioisotope dan digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi.
Hasil visualisasi dari fragmen-fragmen RFLP dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 11. Visualisasi potongan DNA yang telah dipotong dengan enzim
restriksi dan dilabel dengan marker spesifik.
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada suatu sekuen DNA. Pada gambar di atas terlihat munculnya 2 pita baru yang lebih kecil pada mutan. Teknologi RFLP secara ideal akan menghasilkan sutau seri pita pada gel, yang dapat diskor berdasarkan ada atau tidaknya pita tertentu atau sebagai marker kodominan. Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan sebagai pola fragmen restriksi yang berbeda.
Pada diagram di atas, adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada lokasi pengenalan probe. Sebagi konsekuensinya probe akan berhibridisai dengan kedua fragmen baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya satu segmen yang terhibridisasi oleh probe. Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua segmen dari A akan bermigrasi lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang berukuran lebih besar menghasilkan polimorfisme seperti terlihat pada inset disebelah kanan.
Kelebihan dan kekurangan teknik RFLP
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah ditransfer antar laboratorium, bersifat kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya heterozigositas, tidak diperlukan informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk membuat peta linkage, merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual. RFLP merupakan teknik yang sederhana, bila probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe yang sesuai, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.

Gambar 9. Proses capillary transfer DNA dari gel agarose ke membrane.
4.5 Hibridisasi dan Visualisasi
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.

Gambar 10. Prosedur DNA hybridisasi dari membran hasil transfer dan
diekspose dengan x-ray film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari genom maupun cDNA, yang merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan. Vektor tersebut dapat ditransfer pada bakteri sehingga DNA yang dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan dilabeli menggunakan metode standar seperti radioisotope dan digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi.
Hasil visualisasi dari fragmen-fragmen RFLP dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 11. Visualisasi potongan DNA yang telah dipotong dengan enzim
restriksi dan dilabel dengan marker spesifik.
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada suatu sekuen DNA. Pada gambar di atas terlihat munculnya 2 pita baru yang lebih kecil pada mutan. Teknologi RFLP secara ideal akan menghasilkan sutau seri pita pada gel, yang dapat diskor berdasarkan ada atau tidaknya pita tertentu atau sebagai marker kodominan. Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan sebagai pola fragmen restriksi yang berbeda.
Pada diagram di atas, adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada lokasi pengenalan probe. Sebagi konsekuensinya probe akan berhibridisai dengan kedua fragmen baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya satu segmen yang terhibridisasi oleh probe. Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua segmen dari A akan bermigrasi lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang berukuran lebih besar menghasilkan polimorfisme seperti terlihat pada inset disebelah kanan.
Kelebihan dan kekurangan teknik RFLP
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah ditransfer antar laboratorium, bersifat kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya heterozigositas, tidak diperlukan informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk membuat peta linkage, merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual. RFLP merupakan teknik yang sederhana, bila probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe yang sesuai, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak
Daftar Pustaka :
Biggs, Alton., etc. 2008. Biology. New York : Mc Graw Hill
Campbell, N.A, etc. 2009. Biologi. 8th edition. Pearson Benjamin Cumming : San Fransisco.
Djuminar, A. 2006. Biologi Molekuler. Bandung : Poltekkes Jurusan Analis Kesehatan.










0 komentar:
Posting Komentar