Sabtu, 04 April 2015

Pengertian Farmakodinamik



Definisi farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Selanjutnya akan kita bicarakan lebih mendalam tentang farmakodinamik obat.

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah:
1. Meneliti efek utama obat
2. Mengetahui interaksi obat dengan sel
3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons yang khas untuk obat tersebut.

Reseptor Obat
Reseptor adalah makromolekul ((biopolimer)khas atau bagiannya dalam organisme yakni tempat aktif obat terikat.
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein. struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan affinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat dapat menimbulkan perubahan yang besar

Interaksi Obat - Reseptor
persyaratan untuk obat - reseptor adalah pembentukan kompleks obat reseptor. apakah kompleks ini terbentuk dan seberapa besar terbentuknya tergantung pada affinitas obat terhadap reseptor. kemampuan obat untuk menimbulkan suatu rangsang dan membentuk kompleks dengan reseptor disebut aktivitas intrinsik. Agonis adalah obat yang memilki baik afinitas dan aktivitas intrinsik. Pada teori reseptor obat sering dikemukakan bahwa efek obat hanya dapat terjadi bila terjadi interaksi molekul obat dengan reseptornya. Lebih mudahnya dirumuskan seperti ini.
Obat (O) + Reseptor (R) --> Kompleks obat reseptor (OR) ---> Efek



Efek Terapeutik
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit. Berikut ini adalah tiga jenis terapi obat:
Terapi Kausal, obat yang berfungsi untuk memusnahkan penyebab penyakit, obat inilah yang digunakan untuk menyembuhkan penderita dari penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah antibiotik, anti malaria dan lain-lain.
Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk meringankan gejala dari suatu penyakit. contoh obat jenis ini adalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan sebagainya.
Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim diproduksi oleh tubuh.

faktor-faktor yang mempengaruhi khasiat obat
Faktor-faktor yang menentukan cara transport obat lintas membran yaitu :
Sifat fisiko-kimia obat : bentuk dan ukuran molekul, kelarutan dalam air, kelarutan dalam lemak, derajat ionisasi
Bioavailabilitas : adalah ( ketersediaan hayati )
Jumlah obat ( dalam persen terhadap dosis ) yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif.
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberi gambaran mengenai keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari bentuk sediaan.
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada pasien ( secara in vivo ) dengan menentukan kadar obat dalam plasma darah dengan interval setiap jam sampai diperoleh kadar puncak dan kadar obat minimum yang masih berefek
Obat yang menghasilkan kadar obat sama antara kadar dalam darah dan dalam jaringan, disebut mempunyai bioekivalensi . Bila tidak sama, disebut mempunyai bioinekivalensi. Bila bioinekivalensinya lebih dari 10 % menimbulkan inekivalensi terapi, terutama obat-obat yang indeks terapinya sempit ( dosis terapi hampir sama dengan dosis toksik )
Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Banyak faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat, terutama bila diberikan per oral, kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran gastrointestinal

CARA PEMBERIAN OBAT
a. Cara pemberian obat per oral :

Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun untuk obat yang diberikan melalui oral, ada tiga faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :
1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya)
2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme )
3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. ( interksi dengan makanan )
( dapat dilihat dalam Tabel 1-1 halaman 4 , Ganiswara S.G . Farmakologi dan Terapi`)-à sebagai tugas mandiri.

b. Cara pemberian obat melalui suntikan :
Keuntungan pemberian obat secara parenteral dibandingkan per oral, yaitu :
1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur
2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah
3. Sangat berguna dalam keadaan darurat

Kelemahan cara pemberian obat melalui suntikan :
1. Dibutuhkan cara aseptis
2. Menyebabkan rasa nyeri
3. Kemungkinan terjadi penularan penyakit lewat suntikan
4. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh penderita
5. Tidak ekonomis

c. Pemberian Obat Melalui Paru-paru :

Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap, misalnya anestetik umum dan obat dalam bentuk aerosol. Absorpsi melalui epitel paru dan mukosa saluran napas

Keuntungan :
1. Absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas
2. Terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati
3. Obat dapat diberikan langsung pada bronchus ( untuk asma bronchial )

Kelemahan :
1. Diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit ( obat semprot untuk asma)
2. Sukar mengukur dosis (karena ukurannya: berapa kali semprotan sekali pakai)
3. Obatnya sering mengiritasi epitel paru

d. Pemberian Topikal
Pada kulit : Jumlah obat yang diserap tergantung : - (1) pada luas permukaan kulit yang terpejan; - (2) kelarutan obat dalam lemak; -( 3 ) dapat ditingkatkan absorpsinya dengan membuat suspensi obat dalam lemak.

DISTRIBUSI
Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan penyebarannya. Yaitu :
1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang perfusinya sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan otak ), terjadi segera setelah penyerapan, selanjutnya
2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan jaringan lemak ).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif atau lebih sering karena berikatan dengan konponen intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )

Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak hanya ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion dalam lemak.

Obat yang seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentuk ion, misalnya ammonium kuaterner atau penisilin, dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke otak dari darah.

Semua obat yang diterima oleh ibu hamil akan masuk ke sirkulasi janin melalui sawar uri yang memisahkan darah ibu dan darah janin, yang tidak berbeda dengan sawar saluran cerna
BIOTRANSFORMASI

Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.

Pada proses biotransformasi :
(1) molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga mudah diekskresi melalui ginjal
(2) pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga proses biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat
(3) ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau lebih toksik
(4) ada obat yang merupakan calon obat ( pro drug ) yang baru aktif setelah mengalami biotransformasi oleh enzim tertentu menjadi metabolt aktif yang selanjutnya akan mengalami biotransformasi lebih lanjut atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir

Reaksi-reaksi biotransformasi yang terjadi dapat dibedakan atas :
(1) reaksi fase I dan ; (2) reaksi fase II
Reaksi fase I ialah : oksidasi, reduksi dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi metabolit lebih polar yang bersifat inaktif, kurang atau lebih aktif dari bentuk aslinya.

Reaksi fase II ( disebut reaksi sintetik ) : merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi.

Kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa macam reaksi sekaligus atau secara berurutaan menjadi beberapa macam metabolit, tetapi ada obat yang hanya mengalami reaksi fase I atau Fase II saja.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya didalam sel, yaitu : (1) enzim mikrosom ( dalam reticulum endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronat, sebagian besar reaksi oksidasi obat, reaksi reduksi dan hidrolisis; (2) enzim nonmikrosom , yang mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya ( dengan asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal, glutation atau asam amino ), dan beberapa reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.

Sebagian besar biotransformasi obat, asam-asam lemak, hormon-hormon steroid dikatalisis oleh enzim mikrosom hati. Untuk itu obat harus larut dalam lemak agar dapat melintasi membrane sel masuk kedalam reticulum endoplasma dan berikatan dengan enzim mikrosom hati.

Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikroson ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi.

Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakaan parenkhim hati misalnya oleh adanya zat hepatotoksik atau sirosis hepatis. Dalam hal ini, dosis obat yang eliminasinya terutama melalui metabolisme di hati harus disesuaikan atau dosisnya dikurangi. Misalnya :Gangguan kardiovaskuler dan latihan fisik berat akan mengurangi metabolisme obat tertentu di hati.

Pada bayi, terutama bayi prematur, aktivitas enzim metabolismenya ( mikrosom maupun nonmikrosom ) masih rendah, fungsi ekskresi dan sawar darah-otak masih belum sempurna, maka sangat peka terhadap efek toksik obat.


EKSKRESI
Obat dkeluarkan dari tubuh melalui barbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya.
Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari pada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat paru ( tergantung koefisien partisi darah / udara , bila koefisien partisinya kecil, lebih cepat diekskresi)

Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting , ekskresi di ginjal merupakan proses filtrasi glomerulus. Glomerulus merupakan jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya. Semua obat yang tidak terikat oleh protein plasma mengalami fitrasi di glomerulus.
. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal, sehingga dosis perlu diturunkan atau interval pemberian diperpanjang

Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme menjadi obat yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan mekanisme transport aktif ( dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sufat atau glisin ). Di usus, obat bentuk konjugat dapat langsung diekskresi atau mengalami hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar sehingga dapat diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati , dimetabolisisr, dikeluarkan kembali melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus yang disebut siklus enterohepatik. Siklus enterohepatik menyebabkan kerja obat menjadi lebih panjang.

Ekskresi obat juga bisa melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi dalam jumlah relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Maka dari itu, air liur digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu; rambut juga dapat digunakan untuk menentukan logam toksik, atau arsen

FARMAKODINAMIK

Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya disebut farmakodinamik. ( pengaruh obat terhadap organ-organ tubuh )

Mekanisme kerja obat yaitu :
(1) Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal ( fisiologi ) tubuh
(2) Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada ( ini tidak berlaku bagi terapi gen )

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :
1. meneliti efek utama obat
2. mengetahui interaksi obat dengan sel
3. mengetahui respon khas yang terjadi
Interaksi Obat Dengan Biopolimer

Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asan nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:(1) Interaksi tidak khas dan ;(2) Interaksi khas.

1. Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer. Interaksi ini bersifat reversibel ( terpulihkan ) dan tidak menghasilkan respons biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan fisika-kimia dari struktur badan ( protein jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida, air dan lemak ), misalnya : anestetik umum merubah struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal.

2. Interaksi khas :adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat diamati sebagai respons biologis. Interaksi dengan reseptor dan interaksi dengan enzim biotransformasi, merupakan interaksi khas.

KERJA OBAT
Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (A) Kerja obat yang diperantarai reseptor dan : (B) Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor.

A. KERJA OBAT YANG DIPERANTARAI OLEH RESEPTOR

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons biologis yang khas untuk obat tersebut. Interaksi antara obat dengan enzim biotransformasi juga merupakan interaksi yang khas karena mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati sebagai respons biologis

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat terikatnya obat untuk menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen ( hormon dan neurotransmitor. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein ( misalnya : asetilkolinesterase, Na+ -, K+ -ATP ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat , contohnya untuk obat sitostatika ( pembunuh sel kanker ).

Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat daengan reseptor, misalnya ikatan antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah ( ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen. Hubungannya dengan efek obat dapat digambarkan sebagai berikut :



Hubungan Struktur dan Aktifitas Biologik :
Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan aktifitasnya terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru.

B. KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERANTARAI RESEPTOR

Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan reseptor. Mekanismenya ada berbagai cara yaitu :
1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh
2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil
3. Masuk kedalam komponen sel
1. Mekanisme Kerja Obat : Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh :

a. Pengubahan sifat osmotik, contoh : (1) obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk; (2) obat-obat katartik osmotik atau pencahar ( Mg SO4 ); (3) gliserol untuk mengurangi udema serebral

b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh (1) obat-obat antasida untuk menetralkan asam lambung; (2) NH4CL untuk mengasamkan urin; (3) Natrium bikarbonat untuk membasakan urin; Asam-asam organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisida topical dalam saluran vagina.

c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan desinfektan ), contoh : (1) detergen, merusak integritas membran lipoprotein; (2) halogen, peroksida dan oksidator lain ( merusak zat organik ); (3) denaturan, merusak integritas dan kapasitas fungsional membran sel, partikel subseluler dan protein.

d. Gangguan fungsi membran, contoh : anestesi umum dengan eter, halotan atau metoksifluran, bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga eksitabilitas menurun

2. Mekanisme Kerja : Interaksi dengan molekul kecil atau ion
Dengan Molekul pengkhelat ( chelating agent ), contoh : (1) CaNa2 EDTA. yang mengikat logam Pb menjadi khelat yang inaktif, misal pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada keracunan Pb; (2) Penisilamin, mengikat Cu 2+ bebas ; (3) Dimerkasol untuk keracunan logam-logam berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan lewat ginjal .

3. Mekanisme Kerja : Masuk ke dalam komponen sel
Obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat, sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya : 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.

TERMINOLOGI MENGENAI EFEK OBAT

* Spesifisitas dan Selektifitas :
Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.
Obat yang spesifik . bila bekerjanya hanya pada satu jenis reseptor
Obat yang selektif , bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan pada dosis lebih tinggi baru timbul efek yang lain.
Contoh : Klorpromasin, bukan obat yang spesifik karena bekerja pada berbagai jebis reseptor.
Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor muskarinik terdapat di berbagai organ
Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik dan relatif selektif karena memblok reseptor ß2 dan pada dosis terai hanya berefek dibronkhus.
Selain tergantung pada dosis, selektifitas juga tergantung cara pemberian obat, contoh: Salbutamol ( pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus, memblok reseptor ß-2 ), bila diberikan sebagai obat semprot langsung ke saluran napas, maka selektifitasnya akan meningkat.
Sesungguhnya tidak ada obat yang menghasilkan satu efek saja, dan makin banyak efek obat, makin banyak efek sampingnya. Dengan demikian, selektifitas merupakan sifat obat yang penting dalam terapi.

Selektifitas dapat dinyatakan sebagai hubungan antara dosis terapi ( ED ) dengan dosis obat yang menimbulkan efek toksik ( TD ).Hubungan ini disebut juga indeks terapi atau batas keamanan obat ( margin of safety ).
Obat yang ideal, menimbulkan efek terapi pada semua penderita, tanpa menimbulkan efek toksik pada satu orang penderita pun. Oleh karena itu indeks terapinya dinyatakan sebagai berikut :
                        TD 1
Indeks terapi = ______ = ≥ 1
                       ED 99
Dapat dinyatakan bahwa untuk obat yang ideal, dosis toksiknya harus lebih besar dari dosis terapinya dan dosis toksisnya paling banyak hanya boleh menimbulkan kematian 1 % dari responden.
Pada umumnya, indeks terapi obat dinyatakan dalam rasio berikut:

                             TD 50 LD 50
Indeks Terapi = -------- = ---------
                             ED 50 ED 50

Indeks terapi hanya berlaku untuk satu efek, maka obat yang mempunyai beberapa efek terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Contoh : Aspirin mempunyai efek analgetik dan antirheumatik. Indeks terapi atau batas keamanan obat aspirin sebagai analgetik lebih besar dibandingkan dengan indeks terapi sebagai antireumatik karena dosis terapi antireumatik lebih besar dari dosis analgetik.

Meskipun perbandingan dosis terapi dan dosis toksik sangat bermanfaat untuk suatu obat, namun data demikian sulit diperoleh dari penelitian klinik.( sulit mendapatkan responden yang bersedia untuk uji klinik ). Maka dari itu selektifitas obat dinyatakan secara tidak langsung yaitu diperhitungkan dari data : (1) pola dan insiden efek samping yang ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2) persentase penderita yang menghentikan obat atau menurunkan dosis obat akibat efek samping.

Harus diingat bahwa gambaran atau pernyataan bahwa obat cukup aman untuk kebanyakan penderita, tetapi tidak menjamin keamanan untuk setiap penderita karena selalu ada kemungkinan timbul respons yang menyimpang. Contohnya : penisilin dapat dinyatakan aman untuk sebagian besar penderita tetapi dapat menyebabkan kematian untuk penderita yang alergi terhadap obat tersebut.
-
Respons individu terhadap obat sangat bervariasi, yaitu dapat berupa : (1) Hiperaktif ( dosis rendah sekali sudah dapat memberikan efek ); (2) Hiporeaktif ( untuk mendapatkan efek, memerlukan dosis yang tinggi sekali ); (3) Hipersensitif ( orang alergi terhadap obat tertentu ); (4) Toleransi ( untuk mendapatkan efek obat yang pernah di konsumsi sebelumnya, memerlukan dosis yang lebih tinggi ); (5) Resistensi ( efek obat berkurang karena pembentukan genetik ); (6) Idiosikrasi ( efek obat yang aneh , yang merupaka reaksi alergi obat atau akibat perbedaan genetik )





Aksi Obat Dapat Melalui Beberapa Cara :

1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel
2. Mengadakan campur tangan aktifitas seluler dari sel asing terhadap sel tuan rumah, misalnya pemberian antibiotik untuk membunuh sel bakteri; pemberian obat untuk membunuh sel kanker.( obat-obat kemoterapi )
3. Merupakan terapi pengganti, misalnya pemberian suplemen Kalium, pemberian hormon atau vitamin untuk mencapai dosis fisiologis sehingga diperoleh aksi.

Penggunaan Obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek, yaitu :

1. Efek terapi ( utama ).
Terapi obat dapat bertujuan untuk : (a) terapi kausal ; (2) terapi simtomatik dan (3) terapi substitusi

2. Efek samping : adalah efek yang tidak diinginkan, atau efek obat yang tidak termasuk kegunaan terapi, misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah sebagai analgesik, tapi mempunyai efek samping depresi pernapasan dan konstipasi..

3. Efek teratogen :
Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat pada janin, misalnya : tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-bentuk lain yang tidak normal.
4. Efek toksik :
Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang berlebih

5. Idiosinkrasi :
Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.

6. Fotosensitisasi :
Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan obat, misalnya penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.


EFEK OBAT PENGULANGAN ATAU PENGGUNAAN OBAT YANG LAMA

1. Hipersensitif :
Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons abnormal terhadap obat dimana pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang timbul antibodi.

2. Kumulasi :
Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan obat, dimana obat diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.

3. Toleransi :
Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga untuk memperoleh respon yang sama , dosis harus diperbesar

4. Takhifilaksis :
Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula tidak terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar.

5. Habituasi :
Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a) selalu ingin menggunakan obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang merugikan pada suatu individu.

5. Adiksi :
Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria : (a) ada dorongan untuk selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.; (d) merugikan terhadap individu maupun masyarakat.

6. Resistensi terhadap bakteri :
Pada penggunaan antibiotik untuk infeksi oleh bakteri, dapat terjadi obat tidak mampu bekerja lagi untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri tertentu.

EFEK PENGGUNAAN OBAT CAMPURAN

Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek : (1) Adisi; (2) Sinergis; (3) Potensiasi; (4) Antagonis dan (5) Interaksi.

1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah

2. Sinergis :
Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama ,memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang diberikan secara terpisah


3. Potensiasi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama, memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing secara terpisah.

4. Antagonis :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek dari obat yang lain

5. Interaksi obat :
Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b) Kompetisi untuk mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi enzim ( menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat dibiotransformasi dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya, sehingga memperkuat kerja obat lain ).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSI OBAT : yaitu
1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :
(a) yang memberikan efek sistemik : - oral; sublingual; bukal;-parenteral;- implantasi subkutan; rektal;
(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion ; - obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga,








1 Votes

Toksikologi  merupakan studi mengenai efek yang merugikan dari agen fisik dan kimia pada organisme makhluk hidup.  Ilmu ini adalah multidisiplin yang mencakup banyak bidang keahlian ilmiah, termasuk biologi, biokimia, kimia, patologi, dan fisiologi. Toksikologi memberikan kontribusi untuk kedokteran klinis, hukum kedokteran, kedokteran kerja dan kebersihan, kedokteran hewan, patologi eksperimental, pengembangan kimia baru dan evaluasi keselamatan.
Agen kimia dapat berupa alami atau sintetik. Bahan kimia sintetik dikategorikan ke dalam beberapa kelas-biasanya terkait dengan kegiatan atau termasuk paparan zat farmasi, bahan tambahan makanan, pestisida, bahan kimia industri, dan bahan kimia dalam negeri. Bahan kimia alami meliputi berbagai zat yang biasanya ditemukan di lingkungan, seperti arsenik, timbal dan biologi berasal dari tumbuhan, hewan atau racun mikrobiologi . Contoh racun tanaman alkaloid pyrrolizidine dihasilkan dari berbagai spesies seperti komprei, glikosida jantung pada oleander dan morfin dalam tanaman opium. Contoh racun hewan adalah racun-racun yang dihasilkan oleh berbagai spesies hewan darat dan laut, seperti platypuses, ular, laba-laba, lebah dan ikan batu. Botulinum toksin dan enterotoksin stafilokokal adalah contoh dari racun mikroba, sedangkan aflatoksin adalah contoh dari racun jamur.
Agen fisik termasuk radiasi, panas, debu, getaran dan suara.
Perbedaan antara toksisitas dan risiko
Toksisitas (atau bahaya) adalah kemampuan yang melekat dari agen untuk menyebabkan kerusakan. Properti ini hanya akan berubah jika agen diubah dalam beberapa cara. Ini tidak akan berubah dengan perubahan kondisi penggunaan atau eksposur. Risiko merupakan suatu probabilitas yang terjadi pada paparan agen dalam kondisi tertentu akan dapat menyebabkan cedera atau bahaya. Risiko akan selalu bergantung pada toksisitas agen dan sifat dan tingkat eksposur. Sesuatu dari toksisitas rendah dapat berisiko tinggi jika dosis besar, dan sesuatu toksisitas yang tinggi dapat berisiko rendah jika dosisnya cukup kecil.
Pra-kondisi untuk efek toksik

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ, sel, atau kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu yang memadai pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain, jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan berpengaruh sama sekali.
Exposure bisa dikatakan akut, kronis, sub akut dan sub kronis atau. Tingkatan akut mengacu pada eksposur tunggal, seperti overdosis obat kronis yang sementara  berlaku paparan  untuk eksposur yang berulang-ulang  selama jangka waktu lama (lebih dari tiga bulan). Sub akut berlaku untuk paparan berulang (sampai satu bulan), dan kronis sub selama periode antara (yaitu, satu sampai tiga bulan).


                EFEK SAMPING OBAT
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
7. Kematian, akibat Propofol.
8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
12. Demam, akibat vaksinasi.
13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
18. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.


Cara Pemberian Obat
.
Pemberian obat yang aman dan akurat adalah tanggung jawab penting bagi seorang perawat. Meskipun obat menguntungkan, namun bukan berarti tanpa reaksi yang merugikan. Sebagai seorang perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam pemberian obat secara aman yang dikenal dengan prinsip enam benar.
Dalam mengkonsumsi obat, ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan tergantung delegasi dokter. Berikut ini adalah beberapa cara pemberian obat :
Oral
Sublingual
Inhalasi
Rektal
Pervaginam
Perenteral
Topikal/lokal
Oral
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang timbul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit.
Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi dengan cepat melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya  melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina.
Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.
a.Intravena (IV)
Tidak ada fase absorpsi dalam pemberian obat secara intravena karena obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya pendek (Joenoes, 2002).
b.Intramuskular (IM)
“Onset of action” pemberian obat secara intramusculer bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi (Joenoes, 2002).
c.Subkutan (SC)
“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Joenoes, 2002).


Prinsip terapi
download video terapi IM klik disini
Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar (dulu lima benar) agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, prinsip enam benar tersebut akan kita bahas dalam postingan kali ini, namun ada baiknya juga kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya pengobatan tersebut.
Peran Dokter dalam Pengobatan

Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Obat harus dipesan dengan menulis resep. Bila ragu tentang isi resep atau tidak terbaca, baik oleh perawat maupun apoteker, penulis resep itu harus dihubungi untuk penjelasan.
Peran Apoteker dalam Pengobatan

Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain.

Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi kepada pasien tentang obatnya bila diminta.
Peran Perawat

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.

Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.

Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Prinsip Enam Benar

1.Benar Pasien

Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

2.Benar Obat

Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.

Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

3.Benar Dosis

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !

4.Benar Cara/Rute

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

5.Benar Waktu

Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6.Benar Dokumentasi

Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat

Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 - 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
Kesalahan Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.

Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus, dan lain-lain.

Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?
Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
Mahalnya harga obat.
Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas pemberian obat itu kepada pasien.

Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :
Nama obatnya.
Kegunaan obat itu.
Jumlah obat untuk dosis tunggal.
Jumlah total kali minum obat.
Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu)
Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
Rute pemberian obat.
Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.

 Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kolaborasi pemberian obat:

Memberikan obat adalah salah satu tanggungjawab sebagai perawat. Kesalahan dalam penghitungan dan pemberian obat seringkali terjadi terutama pada perawat yang kurang berpengalaman, tetapi kita dapat menghindari masalah yang serius dengan mengikuti aturan dasar dalam pemberian obat. Berikut ini ada beberapa hal yang mesti kita lakukan yaitu :
Mengetahui kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk pemberian obat.
Periksa instruksi dokter.
Mengetahui prinsip enam benar.
Baca masing masing label tiga kali.
Tanyakan kepada pasien / keluarganya (jika pasien tidak sadar) jika ada riwayat alergi terhadap obat-obat tertentu.
Jangan biarkan adanya gangguan saat menyiapkan obat karena konsentrasi anda mungkin akan terganggu.
Jangan berpendapat bahwa bagian farmasi selalu benar, lakukan pemeriksaan ulang terhadap obat yang diterima dari farmasi.
Jangan pernah memberikan obat yang tidak memiliki label / etiket.
Bila masih ragu, jangan mencampur obat.
jangan menuangkan kembali cairan ke dalam botol.
Selalu memeriksa identitas pasien sebelum memberikan obat.
Periksa ulang perhitungan obat.
Kenali antidot, terutama bila memberikan obat-obat inttravena.
Kenali kerja, efek samping dan reaksi balik dari obat sebelum memberikan obat.
Selalu mengetahui waktu pemberian yang diharuskan bila memberikan obat-obat intravena.
Bila memastikan instruksi dokter, sebaiknya bicarakan hanya dengan dokter yang menuliskan obat tersebut.

Mencegah Kesalahan Pemberian Obat
Waspadalah terhadap nama obat yang hampir sama.
Waspadalah selalu terhadap penggunaanbanyak tablet.
Waspadalah terhadap perubahan yang tiba-tiba dalam instruksi obat-obatan.
Selalu mencocokkan instruksi yang tidak jelas dengan dokter.
Selalu memastikan instruksi pemberian obat secara khusus.
Lihat kembali nama generik obat bila tidak yakin sungguh-sungguh.
Jangan menginterpretasikan tulisan tangan yang tidak jelas, yakinkan dengan dokter yang bersangkutan.
Berikan perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan yang banyak.
Periksa kembali bila pasien mengatakan “saya sudah minum pil saya”


Obat dan Pengobatan
 Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.
Obat atau medikasi dapat dikenal orang dengan nama-nama yang berlainan. Nama kimia suatu obat menunjukkan isi atau unsur-unsur kimia yang terdapat didalamnya. Nama tersebut menunjukkan susunan atom-atom kimia dalam rantai strukturnya, contoh : nama kimia dari agent anti-inflamasi ibuprofen adalah 2-(4 isobutylpnenyl) asam propionate.
Nama resmi suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah yang bertanggung jawab. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi obat lebih dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic. Setiap jenis obat hanya mempunyai 1 nama generic yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.
Nama merk atau merk dagang suatu obat adalah nama obat terdaftar yang dibuat oleh produsen obat. Merk dagang suatu obat biasanya terdiri dari nama kimia dan nama produsen obat, contoh : Paramex adalah gabungan nama generic paracetamol dengan produsen obat yaitu konimex, afitamol, dll.

Standar Pengobatan Nasional
Banyaknya jenis obat yang diproduksi dan beredar di masyarakat, mendorong pemerintah untuk menetapkan standard dan quality control terhadap obat-obat yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Pemerintah melalui Badan POM membagi produk obat berdasarkan bahan dasar obat, bentuk fisik dan kimia, tes atas keaslian zat penyusun, metode penyimpanan, kategori obat dan dosis normal per pengggunaan.
Karena banyaknya jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion) oleh industri farmasi setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi produk yang obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan perkembangan produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin banyak, sehingga diperlukan suatu pelayanan informasi obat dan makanan kepada masyarakat yang dapat menjamin diperolehnya informasi yang benar dan obyektif.
Pemerintah melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Badan POM menjadi rujukan pusat informasi obat yang ada di Indonesia  dengan mengembangkan dan membina semua bentuk pelayanan informasi obat.
Pemerintah melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983 mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI. Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk obat baru tapi juga obat copy atau termasuk juga obat generic. Obat copy adalah obat yang dibuat didalam negeri dengan mencontoh komponen obat inovatornya atau yang terlebih dulu dibuat dan diedarkan sebagai obat paten. Obat copy diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutunya untuk membuktikan bahwa obat copy mempunyai kemanfaatan dan keamanan yang sama dengan inovatornya sehingga dalam penggunaannya dapat dipertukarkan dengan inovatornya. Metode pengujian yang diterima secara internasional adalah uji bioekivalensi. Prinsip dasar uji bioekivalensi adalah membandingkan proses penyerapan, metabolisme, dan pengeluaran dari tubuh inovatornya.

Jenis dan Tipe Obat
 Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan baik didalam laboratorium maupun tubuh manusia. Pengetahuan tentang klasifikasi obat  tentang manfaat, efek samping, dan indikasi obat dibutuhkan  terutama untuk obat-obat yang belum dipublikasi secara umum.
Dibawah ini adalah table tentang klasifikasi obat (Tabel 1.1) dan bentuk sediaan obat (Tabel 1.2).
Tabel 1.1  Klasifikasi Obat yang Digunakan Untuk Meningkatkan Fungsi Tubuh

Status kesehatan
Kelas Obat
Kerja Obat dalam Tubuh
Aktivitas dan Latihan
Antihipertensi
Antiaritmia
Inotropik
Antiangina
Antikoagulan
Bronkodilator
Menurunkan tekanan darah
Mengatur irama jantung
Menguatkan kontraksi jantung
Meningkatkan aliran darah koroner
Menghancurkan gumpalan darah
Membersihkan jalan nafas
Nutrisi dan Metabolisme
Antibiotik
Antiemetik
Antasid
Insulin
Kortikosteroid
Tiroid
Vitamin & Mineral
Mencegah dan menghilangkan infeksi
Menurunkan rasa mual / nausea
Menurunkan asam lambung
Menurunkan kadar gula darah
Menurunkan reaksi peradangan / inflamasi
Mengatur laju metabolisme
Suplemen untuk intake nutrisi inadekuat
Eliminasi
Laksative
Antidiare
Diuretik
Memperlancar pengeluaran feses
Menyembuhkan diare
Meningkatkan produksi urine dan pengeluaran urine
Tidur dan Istirahat
Kognisi dan Persepsi
Sedative, Hipnosis
Analgesik
Antipsikotik
Meningkatkan tidur
Menurunkan nyeri
Menurunkan gejala psikotik (halusinasi)
Koping dan Stress adaptasi
Seksualitas dan Reproduksi
Antiansietas
Antidepresan
Hormon ovarium
Menurunkan ansietas
Menurunkan depresi
Menghasilkan pengganti hormon
Menghasilkan pengendalian kelahiran (KB)

Tabel 1.2         Tabel Bentuk Sediaan Obat
Bentuk Sediaan
Keterangan
Sediaan Obat Oral
Kapsul
Eliksir
Emulsi
Pelapis enteral
Lozenge (troche) / tablet hisap
Bubuk
Suspensi / Larutan
Sirup
Tablet

Tincture

Pembungkus terbuat dari gelatin yang berisi bubuk atau cairan obat
Sediaan obat cair dengan pelarut alcohol
Obat dalam bentuk suspensi / larutan kental
Pelapis khusus yang hanya larut ketika berada di usus dan tidak dilambung karena sifatnya mengiritasi lambung
Tablet yang dapat dilarut dimulut (dihisap)
Bentuk dasar obat, dilarutkan dengan air sebelum digunakan
Bentuk obat cair yang harus dikocok sebelum digunakan karena biasanya terpisah dari larutannya
Obat dalam bentuk larutan air dan gula
Bentuk padat bubuk obat (bulat, elips) yang dapat dibelah menjadi 2 bagian. Dapat dilapisi gula atau lapisan tipis untuk membantu daya kohesi
Larutan sangat kental yang larut dalam alcohol, biasanya berasal dari tumbuhan dan dalam dosis kecil
Sediaan Obat Topikal
Krim
Gel atau jelly
Liniment
Lotion
Salep
Pasta
Suppositoria
Transdermal patch

Sediaan obat dalam bentuk semisolid, tidak lengket / berminyak
Sediaan semisolid yang transparan / bening yang mencair saat mengenai kulit
Cairan mengandung minyak yang digosokkan pada kulit
Suspensi cair atau kental, digunakan pada kulit
Obat yang dikombinasikan dengan larutan minyak
Cairan / salep yang kental untuk kulit
Obat yang mengandung gelatin (dibuat agar mudah diserap tubuh), hancur sesuai dengan suhu tubuh dan perlahan diserap oleh tubuh.
Obat dalam bentuk sediaan  plester, digunakan pada kulit untuk secara bertahap mengontrol penyerapan obat pada kulit.

Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep dari tenaga kesehatan yang berwenang. Obat-obat ini dijual bebas ditoko-toko atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual bebas telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep / pengawasan dari tenaga kesehatan. Contoh obat bebas yang umum dijual dan dikonsumsi masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic ringan seperti aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk mengkontrol keamanan, efektivitas,  dan publikasi obat-obat bebas.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Obat dengan resep adalah obat yang diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien tertentu, dibutuhkan pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan dikarenakan keamanan akan efek terapi dan resiko keracunan akibat dosis yang diberikan. Dokter bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun, dalam kondisi tertentu perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan obat.®
Obat herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan belum mengalami proses kimia dilaboratorium. Walaupun penggunaan obat-oabatan herbal ini sudah sangat luas dimasyarakat, namun penggunaannya masih jarang dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien. Perawat harus mengkaji penggunaan obat-obat herbal ini. Contoh tanaman obat adalah ginko biloba yang dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan fungsi kognitif.
Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari alam. Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi kimiawi yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi yang tidak terduga. Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet, ramuan, ataupun ekstrak yang berasal obat-obatan herbal untuk dibandingkan dengan literatur yang menunjang.

Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian obat yang aman kepada klien, yaitu : a) penyediaan obat cadangan, b) sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri. Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah dirancang untuk persiapan pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai obat yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat berpindah berisi obat-obat yang diperlukan klien dalam laci-laci yang terkunci atau obat-obat untuk pasien tertentu tersimpan dalam kabinet obat didekat kamar pasien. Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil yang dekat dengan ruang rawat pasien. Namun, dalam pengontrolan penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat disimpan dalam laci yang terkunci pada setiap fasilitas kesehatan yang menyediakannya.

Penyediaan obat cadangan
Penyediaan obat pada ruang rawat pasien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang diresepkan dalam jumlah yang besar serta disimpan dalam lemari kaca  yang terkunci. Pemberian obat  ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam jumlah yang besar dalam botol atau kontainer obat. Contoh dari penyediaan obat adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline / infus.

Sediaan dosis obat
Pembagian obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasist untuk membagikan dan memberikan label pada pembungkus atau tempat penyimpanan obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing pasien. Obat-obat tersebut disimpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada waktu-waktu tertentu. Sistem ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang demi keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam penyiapan dan pemberian obat kepada klien serta mengevaluasi efek dan reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat.

Sistem pembagian obat secara otomatis
Sistem ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil obat dengan cepat bila dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat menggunakan kata kunci atau password, kemudian memilih menu / daftar obat yang dibutuhkan yang telah tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga menyimpan data semua obat yang dikeluarkan sekaligus mengkontrol obat yang digunakan oleh masing-masing pasien. Mesin ini telah banyak digunakan di fasilitas-fasilitas kesehatan terutama dibeberapa negara maju. Namun, keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih sulit untuk ditemukan.

Suplai obat klien mandiri

Pada sistem ini obat diberikan dan disimpan oleh klien secara langsung. Obat-obatan disimpan dalan tempat tersendiri untuk setiap klien. Dapat diletakkan pada meja didekat klien, sehingga klien dapat mudah menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan bersamaan dengan sistem penyimpanan terpusat. Metode ini memberi kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat serta memberikan waktu kepada perawat untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam ketaatan minum obat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk obat yang diresepkan masih merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat berwenang untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Resep Obat
Dalam resep obat yang dibuat oleh tenaga kesehatan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan, antara lain : nama lengkap klien,nama obat yang diberikan beserta dengan jumlah dan dosis obat yang diinginkan serta frekuensi pemberian selama 1 hari. Didalam resep juga harus terdapat tanggal dan waktu resep dibuat serta tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan resep. Nama klien harus tercantum lengkap untuk menghindari kesamaan nama dengan klien lainnya. Usia atau nomor rekam medik atau registrasi klien dapat juga dicantumkan.
Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan nama obat lain.
Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran rumah tangga, misalnya digoxin 0,25 mg 1 dd (artinya 1 kali sehari).
Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa cara yang berlainan, misal PO (per oral), IV (intravena), Supp (suppotoria).
Dibawah ini adalah beberapa istilah yang lazim digunakan didalam resep obat
Istilah
Artinya
Istilah
Artinya
a atau a.
a.c.
ad lib
aq.
bid , 2 dd
d
prn
q
qh
g
syr
h.s.
Rx
stat.
R. atau PR
sebelum
sebelum makan
bebas
air
dua kali sehari
hari
bila dibutuhkan
setiap
setiap jam
gram
sirup
sebelum tidur
dibeli, resep
segera, langsung diminum
rectal, per rectal
mg
No atau no.
p.c.
cap., caps
p atau p.
PO
IV
Inj.
IM
tab.
qid
q6h
tid, 3 dd
sc
qs
miligram
jumlah obat
setelah makan
kapsul
per atau setelah
per oral
intra vena
injeksi
intra muskular
tablet
4 kali sehari
setiap 6 jam
3 kali sehari
subkutaneus
sebanyak yg dibutuhkan

Selain obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab dalam mengelola pesanan obat yang harus diberikan kepada klien dengan cara lainnya. Contohnya adalah :
Standing order adalah pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari, pesanan obat ini harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada perubahan / penggantian obat atau dosis obat.
PRN order adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila dibutuhkan. Berasal dari kata Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri, laksative, atau obat mual.
Order sekali waktu adalah pesanan pemberian obat yang hanya satu kali untuk diberikan, misalnya obat-obat preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu kali pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat.
Melalui telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang dipesankan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. Dan dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk menulis dan menanda tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam daftar obat klien dan diberi kode T.O (telephone order) serta menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan obat tersebut harus tetap menandatangani dihari berikutnya.
Reaksi dan Efek Obat 
 

0 komentar:

Posting Komentar